Jalan Tani - Fachrul Hidayat
News Update
Loading...

Monday 29 June 2020

Jalan Tani


Dalam kondisi dunia sesulit apapun, manusia pasti perlu makan untuk bertahan. Tak terkecuali di masa pandemi virus corona seperti sekarang. Penyakit menular ke sudut-sudut negeri, memaksa orang-orang berdiam dirumah saja sehari-hari. Penghasilan menurun, daya beli pasar berkurang, dan kelesuan ekonomi global mengancam. Akan separah apapun kelanjutan pandemi ini, manusia tetap butuh makan. Bahan makanan mesti selalu ada.

Saat wabah virus ini berhasil dilalui, pejuang garis depan berikutnya adalah para petani. Impor bahan makanan mungkin tidak akan bisa diandalkan sebab negara lainpun mengalami penurunan produksi. Mau tidak mau, kita berharap hasil pertanian dan peternakan dalam negeri sanggup memenuhi pasar nasional.

Sayangnya pertanian kita sejak lama telah menjadi masalah yang pelik. Mulai dari kerusakan tanah, kepemilikan lahan yang terus menyusut, permodalan terbatas, berimbas pada produksi yang tidak stabil. Pertanian menjadi sektor yang tidak menarik, dan desa-desa sebagai pemilik lahan-lahan tani belakangan menjadi lumbung kemiskinan akut. Tidak banyak petani-petani baru yang muncul saat orang tua kita yang menggarap lahan di desa-desa berangsur menua.

Virus corona ini akhirnya akan membuka mata betapa doktrin hidup kita sudah terlalu lama mengabaikan sektor pertanian jauh dibelakang.

Bagi sebagian besar orang, bertani bukanlah hal yang keren. Dari 100 anak muda kita, ada berapa yang bercita-cita menjadi petani? Mungkin tidak ada. Agak miris sebab ada jutaan orang yang berhasil menjadi sarjana dari nafkah seorang petani.

Bagi saya sendiri bertani adalah pekerjaan prestisius. Menjadi petani, meski tak kaya-kaya amat, tapi kita memiliki akses penuh terhadap lahan kita sendiri yang dilindungi oleh adat dan sistem sosial setempat. Bertani adalah pekerjaan merdeka, sebab sehari-hari kita tidak terikat pada tuntutan waktu bekerja. Disamping itu, dengan bertani, kita melakukan salah satu jasa paling mulia, yaitu menyediakan bahan makanan untuk masyarakat.

Nah, rekan-rekan sebangsa dan setanah air. Seperti banyak hal-hal besar yang dimotori oleh anak muda, demikian juga nyawa pertanian kita. Perlu ada suatu gebrakan besar untuk melangitkan kembali semangat bertani dan itu harus dimulai oleh anak muda. Musim wabah corona ini adalah waktu yang pas.

Anak-anak muda, mahasiswa, pekerja, pun pengangguran yang harus pulang kampung karena wabah corona, harus bergerak. Daripada hanya rebahan dirumah, turunlah ke lahan, olah kebun, lalu menanamlah. Beli bibit sayuran, tanam, lalu hasilnya jual ke pasar. Ternak ayam, pelihara kambing. Semua ini tidak butuh modal besar. Bibit sayur murah harganya, induk ayam juga tidak mahal-mahal amat.

Bangkitkan semangat keluarga dan lingkungan disekitarmu. Buka handphone untuk belajar teknik menanam yang bagus, ajarkan pada orang lain. Jangan malu. Manfaatkan pendidikanmu agar mampu menawarkan hasil kebunmu di pasaran dengan harga yang sesuai. Seorang petani harus memiliki kemampuan negosiasi dan public speaking yang mumpuni.

Bertani adalah pilihan cita-cita yang keren dan sangat menjanjikan, dengan teknik pengolahan lahan dan pemasaran yang baik. Tanamkan doktrin itu pada anak-anak kita jika ingin peradaban ini berumur panjang.

Bagikan ke teman-teman anda

Tinggalkan komentar

Notification
Apa isi Blog ini? Catatan perjalanan, opini, dan esai ringan seputar Engineering.
Done