Fachrul Hidayat
News Update
Loading...

Sunday 3 March 2019

Perjalanan ke Jepang - Hajimemashite, Osaka !

''Penerbangan ke Hongkong menguatkan syukur betapa teratur hidup seorang muslim. Bahkan untuk makan didalam pesawat saja tak boleh sembarangan. Alhamdulillah !


Besok saya akan terbang ke Jepang, tepatnya ke kota Osaka. Bukan untuk liburan melainkan untuk urusan pekerjaan. Beberapa menit yang lalu saya tiba di bandara Soekarno - Hatta, Cengkareng, setelah menempuh penerbangan 2 jam dari Makassar. Sehari sebelumnya saya berangkat dari lokasi proyek perusahaan tempat saya bekerja di Poso, Sulawesi Tengah, menuju Makassar.

Baca juga:  
Saya seharusnya menginap malam ini di mes kantor pusat kami di daerah Cileungsi, Bogor. Namun setelah melihat jadwal penerbangan untuk besok maka saya pikir sebaiknya saya tidak mampir ke Cileungsi lagi. Di tiket yang disiapkan kantor saya lihat besok boarding 07.40 pagi. Waktu tempuh Cileungsi - bandara Soetta sekitar 2 jam. Kalau macet bisa 4 jam. Misalnya saya besok berangkat dari Cileungsi dinihari pun, pasti rempong dan terburu-buru.

Siang ini saya sudah dalam shuttle bus menuju salah satu hotel di dekat bandara Soetta. Motor berhimpit-himpitan disekitar bus, kemacetan khas ibukota yang saya nikmati dari jendela kaca. Dalam beberapa menit saja bus sudah masuk pelataran hotel. Saya turun dan check in di meja resepsionis, sekaligus mendaftar untuk diantar lagi besok jam 4 dinihari ke bandara. Biar aman tak lupa saya meminta dibangunkan satu jam sebelum jam 4. All clear, saya masuk ke kamar untuk beristirahat.

Singkat kisah, pukul 07.20 WIB keesokan harinya saya sudah di ruang tunggu terminal keberangkatan internasional bandara Soetta, setelah melalui berlapis-lapis pemeriksaan. Pemeriksaan di bagian imigrasi lumayan lama, antrian panjang sekitar 15 meter. Terlebih saya yang ke luar negeri untuk urusan kerja, mesti melampirkan dokumen-dokumen tertentu. Saya tunjukkan invitation letter atau undangan berkunjung dari perusahaan yang akan saya tuju di Jepang, isinya tulisan huruf kanji Jepang semuanya. Petugas imigrasi tidak tahu artinya. Saya juga tidak tahu. Haha. Untungnya saya ke bandara jauh sebelum jam keberangkatan, jadi saya santai saja dan tak khawatir ketinggalan pesawat.

Ini penerbangan ke luar negeri pertama saya, tapi rasanya tak canggung sedikitpun, biasa saja. Pesawat yang akan saya tumpangi sudah tampak dibalik kaca, tapi belum ada panggilan boarding. Rute penerbangan ini adalah menuju Hongkong dulu, transit dan pindah pesawat, lalu lanjut ke Osaka sore nanti. 

Di ruang tunggu saya mengisi waktu dengan video call ke istri tercinta yang ditinggal di Makassar. Berulang-ulang istri mengingatkan agar jaket disiapkan biar bisa langsung dipakai setiba di Osaka, mengingat disana lagi musim dingin alias winter. Sedingin apakah? Di pos 9 pendakian gunung Bawakaraeng kalau sudah 10 derajat celcius saya tak akan mau keluar dari sleeping bag.

Baca juga: 
Beberapa saat kemudian, panggilan boarding terdengar dalam bahasa Inggris. Agak aneh juga, kita masih di Indonesia tapi pengumuman sudah berbahasa Inggris. Mungkin karena ini penerbangan ke Hongkong, dan saya lihat sebagian besar penumpang adalah bukan orang Indonesia. Saya ikut naik ke pesawat belakangan, mengikuti panggilan boarding yang diurut berdasarkan nomor seat.

Di dalam pesawat, beberapa saat sebelum lepas landas, seorang pramugari menghampiri saya.

''46A. Am I talking to Mr. Hidayat?"
"Ya, I am.
"Noted for moslem meal, right?''
''Yes, thank you!''

Jadi pemesanan makanan yang muslim friendly ini sudah dilakukan sebelumnya saat pembelian tiket. Didalam pesawat dipastikan lagi oleh para pramugari, sehingga saat penyajian makanan nanti, meskipun minoritas, penumpang yang muslim tetap mendapatkan makanan yang sesuai. Layanan seperti ini setahu saya tersedia di semua penerbangan Internasional.

Penerbangan ke Hongkong cukup lancar, hanya digoyang hujan saat take off di bandara Soetta. Beberapa saat setelah pesawat mengudara, saat sedang  menikmati film-film yang disediakan di layar mini disepan seat, pramugari datang membawa makanan untuk saya, lebih dahulu dari makanan untuk penumpang lain di pesawat. Berhubung sudah lapar, maka saya langsung makan duluan saja.

Jepang adalah negara idola saya. Bagaimana tidak jadi idola, negara ini bisa melenggang ke papan atas ekonomi dunia meskipun hampir tidak memiliki sumber daya alam. Sumber energi fossil terutama minyak bumi dan gas alam sangat tipis jumlahnya disana. Selepas perang dunia ke II yang menghancurkan kota-kota besar, Jepang maju dengan menggenjot industri manufaktur. Mereka membeli bahan baku dari negara lain, mengolahnya menjadi barang jadi, lalu menjual kembali dengan harga yang mahal.

Jepang dilalui 4 musim pertahun, menjadikan negara ini salah satu destinasi wisata favorit di Asia. Di musim semi, hamparan bunga sakura di Jepang adalah spot berfoto yang sangat diburu wisatawan. Ah rasanya tak sabar segera tiba di Osaka.

Baca juga:  
Pramugari berlalu lalang menawarkan ice cream ke penumpang. Saya penasaran juga mau mencicipi.

''Excuse me, may I have one?"
Pramugari tersenyum kecut.
"I am so sorry, Sir. This is not moslem food."
"Ohh, I see. Thank."  

Gagal saya makan ice cream.

Penerbangan 4 jam ke Hongkong menguatkan syukur betapa teratur hidup seorang muslim. Untuk makan di pesawat saja tidak boleh sembarangan. Alhamdulilah.

Saya transit beberapa jam di Hongkong. Bandara Hongkong adalah bandara terluas dan tersibuk yang pernah saya lihat accross my life, ala Vicky Prasetyo. Manusia dimana-mana berjalan cepat kesana kemari, ada yang sambil berlarian. Petugas-petugas bandara sambil berteriak mengarahkan orang-orang. Saya berpikir ini orang semua mau kemana kah? Keluar logat Makassar. Hhe

Penerbangan lanjutan saya ke Osaka kebagian gate nomer 503. Berarti kan gate di bandara ini ada ratusan jumlahnya. Untuk sampai di gate tujuan, saya naik kereta listrik sekitar 3 menit. Sesampai di ruang tunggu saya mencari keran air minum karena sudah kehausan berhimpitan di kereta.

Buat yang belum tahu, di beberapa bandara besar negara tertentu, termasuk Hongkong dan Jepang, tersedia keran air minum gratis. Keran air ini aman dan sudah lulus pedoman WHO (World Healt Organization). Jadi kita tinggal siapkan saja botol air minum dan isi ulang di keran tersebut. Di Indonesia juga sudah ada, tapi kalau tidak salah baru di bandara Soetta, itupun di terminal tertentu.  Sambil menunggu boarding tak lupa saya telpon istri, dan kembali diingatkan soal jaket. Hehe

Baca juga:  
Penerbangan dari Hongkong ke Osaka dengan maskapai yang sama berjalan lancar jaya. Selama mengudara sekitar 4 sampai 5 jam saya habiskan menonton film. Tentu saja saya tak minta ice cream lagi ke pramugari.

Sekitar pukul 9 malam waktu setempat pesawat mendarat di bandara Kansai, kota Osaka. Saya bergegas keluar, dan langsung menuju gerbang pemeriksaan imigrasi. Di gerbang imigrasi ini saya kembali menunjukkan dokumen perjalanan. Petugas imigrasi tampak penuh curiga melihat gambar-gambar mesin di dokumen yang saya tunjukkan. Mungkin disangka saya hendak menjual mesin pemusnah massal. Saya akan menceritakan pekerjaan saya di Jepang nanti pada tulisan yang lain. 

Tidak puas di gerbang imigrasi saya lalu diantar ke ruangan lain, ruangan khusus yang tampaknya fungsinya untuk introgasi lebih detail. Beberapa orang duduk berhadapan di meja yang terpisah-pisah. Pada petugas yang lain disana saya kembali menjelaskan tujuan saya datang ke Jepang. Agak ribet karena bahasa inggris saya pas-pasan, dan bahasa inggris petugasnya lebih parah lagi. Kami beberapa kali membuka bantuan translate online. Hehe. Namun saya terkesan dengan kesabaran, keramahan, dan tutur kata yang halus dari para petugas ini. Berulang-ulang saya mendengar kata Arigato begitu lancar terucap dari kalimat-kalimat mereka.

Setelah dinyatakan lulus berkas dan lulus wawancara saya diizinkan keluar dari bandara, dan diantar sampai pintu keluar. Tak lupa saya mampir mengambil koper saya di bagian baggage claim. Dipintu kedatangan, saya sudah ditunggu seorang perwakilan dari perusahaan yang saya tuju.

"Hajimemashite, Fachrul san. Welcome to Japan!"

Dia menyapa saya dengan ramah sambil membungkuk. Tambahan 'san' dibelakang nama dalam bahasa Jepang adalah sapaan untuk menunjukkan sikap sopan dan hormat. Saya balas membungkuk juga tapi sepertinya saya terlalu bungkuk. Hehe. Agak lucu rasanya tapi saya sangat terkesan. Setelah basa-basi sedikit saya siap diantar ke hotel tempat saya akan menginap.

Baca juga: 
Begitu keluar dari pintu utama bandara Kansai, kota Osaka menyapa saya dengan suhu yang sangat dingin. Menembus ari-ari kulit rasanya. Saya perkirakan sama dinginnya dengan suhu pos 9 gunung Bawakaraeng. Untung saya sudah siap dengan jaket tebal dan syal yang dibekali istri. Hehe. Tapi tidak ada kaos tangan, jadi masih menggigil.

''Is it still winter now?''
Saya tanya ke orang yang jemput.
''Yes, Sir. It's peak of winter. Two more weeks the spring might be coming".

Sekitar dua minggu lagi musim semi gaesss. Semoga masih sempat berfoto dengan bunga sakura yang mekar. Hehe. Sepanjang jalan ke hotel saya mengagumi setiap sisi kota yang unik. Orang-orang mengemudi dengan kecepatan tinggi di jalan lengang yang luas nan bersih. Saya minta ke supir untuk mematikan penghangat mobil. Saya ingin menikmati dinginnya winter.

Hajimemashite, Osaka !

Sunday 14 January 2018

Sejuknya Taman Anggrek Bancea

taman anggrek bancea poso

Taman Anggrek Bancea adalah taman wisata alam yang terletak di pesisir danau Poso, tepatnya di Desa Bancea, Kecamatan Pamona Barat, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Menurut penuturan beberapa warga Poso, taman ini adalah wisata andalan kabupaten Poso di penghujung tahun 90an. Ditumbuhi ribuan jenis tanaman anggrek, termasuk anggrek hitam dan anggrek bulan yang adalah dua jenis tanaman langka, taman anggrek Bancea pernah menarik banyak pengunjung. Sayangnya, entah akibat pengeloaan yang kurang baik atau lokasi yang jauh dari pemukiman, Taman Anggrek Bancea kini sepi pengunjung, bahkan bisa dikatakan terbengkalai.

Baca juga: Pendakian Gunung Semeru - Malang dan Ranupani

taman anggrek bancea poso

Akses ke lokasi taman anggrek Bancea bisa ditempuh via darat dengan mobil atau motor dan juga bisa dengan transportasi air melalui danau Poso. Taman ini berjarak sekitar 50 km dari Tentena, kota di sisi utara danau Poso dan 25 km dari Pendolo di sisi selatan danau Poso. 

Setiba di kawasan taman anggrek Bancea, pengunjung akan disambut papan sambutan disertai tata tertib pengunjung yang terpajang di sisi jalan, bersebelahan dengan bangunan pos pembelian tiket yang kini sudah kosong. Selanjutnya lalu memasuki taman melalui penurunan dengan tangga beton yang terjal untuk sampai di sisi bawah taman yang berdampingan dengan tepi danau Poso.


taman anggrek bancea poso

Meskipun kini tak terurus dengan baik lagi, taman anggrek Bancea tetap saja adalah alam warisan Tuhan yang punya kekuatannya sendiri. Datanglah ke tempat ini kapan saja. Keseimbangan alam selalu bekerja dan menciptakan suasana hutan yang sejuk nan meneduhkan hati yang akan membuat anda betah berlama-lama berada di kawasan ini.

Lalu jika tanaman anggrek sudah tak terawat dan jumlahnya tak sebanyak dahulu lagi, kini apa saja yang bisa dilakukan di taman anggrek Bancea?

Baca juga: Camping di Padamarari, Selayang Pandang Danau Poso

Camping di Tepi Danau Poso


Taman anggrek Bancea adalah lokasi berkemah yang sangat nyaman. Pada sisi taman yang berdampingan langsung dengan danau Poso, terdapat tempat rata yang luas dan bisa dijadikan camping ground. 

taman anggrek bancea poso

Bagi anda yang senang berkemah, taman ini bisa jadi pilihan yang tepat. Terlebih bila anda menyukai lokasi berkemah yang sunyi dan sejuk. Pepohonan rindang di sekeliling camping ground serta teduhnya air danau Poso disebelahnya akan membantu anda menikmati aroma berkemah yang sesungguhnya.

Baca juga: Sepuluh Ribu Gerbang di Fushimi Inari Kyoto, Jepang

Jikapun anda tak ingin berkemah tapi anda butuh tempat untuk beristirahat, di taman anggrek Bancea terdapat bangunan yang bisa anda jadikan tempat mampir dan beristirahat di terasnya. Lokasinya pun tak jauh dari tepi danau Poso.

taman anggrek bancea poso



Berenang dan Bermain Pasir


Bercerita wisata yang berhubungan dengan danau Poso tentu tak afdal rasanya kalau tidak berenang. Siapa yang tidak senang berenang di air tawar jernih dengan pasir yang bersih? Di taman anggrek Bancea anda bisa merasakan sensasi berenang di sisi danau Poso yang sunyi. Tak akan banyak orang berlalu lalang ataupun perahu bising berseliweran. Mungkin rasanya seperti berenang di sebuah pulau milik sendiri.

taman anggrek bancea poso

taman anggrek bancea poso

Di taman ini anda bisa berenang ataupun berendam sepuasnya sambil sesekali bermain pasir bersama rekan pun keluarga. Disalah satu sisi taman terdapat tiang-tiang kayu bekas dermaga yang bisa jadi pegangan anda jika lelah berenang. Jika beruntung, ikan-ikan kecil habibat asli danau Poso yang ramah akan mendampingi anda berenang.


Demikianlah wisata alam taman anggrek Bancea kini. Meskipun sudah tidak ramai pengunjung, namun tetap saja kawasan ini adalah salah satu alternatif wisata Kabupaten Poso, terutama di wilayah sekitar danau Poso.  Kesejukan alamnya yang terjaga serta suasana sunyi jauh dari hiruk pikuk keramaian menjadikan lokasi ini sangat pas bagi anda yang ingin 'bersembunyi' dari penatnya aktivitas sehari-hari.

Thursday 31 August 2017

Trip ke Pulau Togean - Kapal Ampana ke Kadidiri

Ini 31 Agustus 2017, tepat 9 Dzulhijjah. Besok adalah hari raya Idul Adha 1438 H dan malam ini kami ber-10, teman-teman kerja di proyek Poso, sudah berada dalam perjalanan menuju Ampana, kota di pinggir selat Sulawesi. Terencana dalam 3 hari kedepan kami akan mengambil jatah berlibur dari penatnya pekerjaan proyek untuk berkunjung ke kepulauan Togean, tempat berlibur yang kurang hits di Indonesia tapi membahana sampai ke mancanegara. Sampai tadi siang kami rencananya mau naik sepeda motor saja, tapi entah anugerah dari mana tiba-tiba bos di proyek menawarkan pakai mobil operasional kantor. Jadi kami dengan senang hati sangat setuju.

Alunan lirik-lirik lagu mas Duta Sheila on 7 menemani saya mengemudikan Toyota Avanza baru tipe E melaju santai menerobos jalan trans sulawesi, dari kota Tentena, Kabupaten Poso. Bersama saya 5 orang teman dan sisanya 4 orang lagi di mobil sebelah, mobil pribadi milik teman. Kami tadi meninggalkan Tentena sekitar pukul 20.00 setelah sebelumnya menyantap makan malam berupa mie ayam. Perjalanan ke Ampana lumayan lancar, kendaraan lain tidak begitu ramai. Jalan raya mulus, tapi sesekali ada lubang menganga di tengah jalan.
Jam tangan membaca angka 00.02, pukul 12 malam kami memasuki kota Ampana. Saya menelpon teman untuk meminta alamat. Sebelumnya kami sudah kontak salah satu teman yang tinggal di Ampana untuk ijin menginap di rumahnya. Bagi teman-teman yang datang kesini dan tak punya kenalan, di kota Ampana tersedia beberapa penginapan. Tinggal tanya saja ke orang-orang disana jika sudah sampai. Harga 150 ribuan permalam. Saya ingat jaman mahasiswa, jalan sama teman-teman begini selalu bawa tenda. Jadi nginap dimana saja jadi. No room no problem.
 


Kepulauan Togean tujuan jalan-jalan kami ini terletak di bagian selatan perairan teluk Tomini, secara administratif berada di wilayah kabupaten Una-Una, provinsi Sulawesi Tengah. Gugusan kepulauan yang terus didatangi turis ini terdiri dari 6 pulau besar dan puluhan pualu-pulau kecil. Pulau-pulau inilah yang menawarkan destiansi wisata yang menarik bagi para pengunjung. Jadi tinggal pilih mau ambil penginapan di pulau mana, sesua dengan tebal dompet tentunya. Pulau terbesar yaitu Wakai, sekaligus menjadi pulau transit untuk mengunjungi pulau-pulau kecil yang lain.

Kota Wakai bisa diakses via laut dari pelabuhan Ampana dan bisa juga dari Gorontalo. Jika dari Ampana kita bisa menggunakan speed boat menuju Wakai. Tiket bisa dibeli di kantor pelabuhan Ampana, harga Rp. 130.000 untuk sekali perjalanan, jarak tempuh sekitar 1 jam. Rencana perjalanan hari pertama besok kami akan menyebrang dari pelabuhan Ampana, transit dan sambung perahu di pelabuhan Wakai, lalu menginap di salah satu pulau kecil andalan wisata Togenan, pulau Kadidiri.


Keesokan harinya di rumah teman, kami bersiap melaksanakan shalat Idul Adha, di mesjid desa Labuan, kota Ampana, mesjid terdekat dari tempat kami menginap yang kebetulan juga dekat dengan pelabuhan Ampana. Pagi-pagi beberapa teman sudah membeli tiket speed boat menuju Wakai. Penyeberangan ke Wakai hanya sekali dalam sehari. Pada hari-hari normal berangkat dari Ampana pukul 10.00, dan kembali lagi dari Wakai pukul 12.00. Berhubung hari ini hari raya, jadi akan berangkat pukul 13.00. Selesai shalat kami masih sempat berkeliling kota dan berkunjung ke pantai pasir putih, wisata andalan kota Ampana.

Sehabis Jumatan, kami berangkat dari pelabuhan Ampana. Setelah beberapa menit mengatur penumpang, speed boat bernama 'Hercules' tancap gas. Saya beserta rombongan yang masih enerjik dan penuh semangat sudah duduk rapi didalam ruangan kapal. Speed boat ini terdiri dari 36 seat, tapi menurut bincang-bincang saya dengan supirnya, bisa muat sampai 50 penumpang. Ada banyak turis asing di dalam kapal, ada juga wisatawan lokal.

 

Lumayan membosankan juga perjalanan menuju Wakai. Di goyang ombak di lautan lepas, terhempas kiri-kanan. Beberapa teman keluar untuk berfoto-foto di bagian belakang kapal. Kurang lebih satu jam kapal mulai memasuki kawasan laut dengan beberapa pulau kecil yang didominasi karang. Lalu tidak lama kemudian kapal bersandar di pelabuhan laut Wakai. Tampak rumah-rumah warga menghiasi sisi laut. Di pelabuhan ini juga terdapat kantor pelabuhan, tempat untuk membeli tiket kapal kembali ke Ampana.

Kami bergegas mengambil tas masing-masing lalu turun. Dua buah perahu motor sudah menunggu. Perahu inilah yang akan mengantar kami ke Pulau Kadidiri, tempat kami akan menginap. Sebagai informasi, penginapan di Kadidiri nanti sudah kami pesan sejak di Ampana, dan jemputan perahu ini sudah termasuk didalam layanan penginapan. Jadi tanpa banyak urusan lagi kami segera membagi diri ke dua perahu tadi dan langsung berlabuh meninggalkan pelabuhan Wakai.


Jarak tempuh ke Kadidiri sekitar 40 menit. Beberapa teman tertidur selama diatas kapal menuju Kadidiri. Saya berbincang-bincang dengan pengemudi perahu yang tampak sudah tua. Katanya dalam sehari kapal bapak ini bisa 2-4 kali bolak balik Wakai-Kadidiri. Kadang untuk mengantar tamu, ataupun sekedar mengantar barang-barang kebutuhan penginapan.
Jarum jam mendekati pukul 16.00 sore ketika kami tiba di Kadidiri. Jejeran penginapan tampak dari jauh. Belakangan saya baru tahu bahwa penginapan di Kadidiri ini ada 3 level. Yang paling ujung dan paling mahal adalah Paradise Cottage. Konon kabarnya kamar paling murah disana seharga 500 ribu permalam. Entah benar atau tidak soalnya saya juga tidak sempat bertanya ke pihak penginapan. Kebanyakan yang menginap di Paradise adalah turis-turis. Penginapan kedua yang ditengah namanya Black Marlin. Setingkat dibawah Paradise. Saya lihat di Black Marlin ini tersedia dive corner, tempat untuk menyewa alat-alat selam yang lengkap. Penginapan yang paling murah adalah Pondok Lestari. Ini betul-betul terjangkau biaya menginapnya. Rp 160.000 untuk kamar mandi luar dan Rp 250.000 yang kamar mandi dalam, include makan 3 kali sehari dan coffee corner sepuasnya.
Dan coba tebak teman-teman, kami pilih penginapan yang mana?

Betul. Karena kami ini anak-anak muda baik dan tak suka boros, kami sepakat di penginapan 160 ribu pondok Lestari, termurah sepulau Kadidiri. Haha

Berfoto di halaman pondok Lestari

Bagitu tiba di daratan pulau Kadidiri, kami segera menyimpan barang di dalam kamar Pondok Lestari, mengeluarkan peralatan snorkeling dan segera kembali ke perahu. Jadwalnya, sore ini juga kami akan diantar ke spot pertama, Jelly Fish Lake. Teman yang tak punya alat snorkeling sendiri bisa menyewa di Pondok Lestari ini. Harga Rp. 25.000 perhari.

Perahu meluncur lagi di lautan, menyusuri beberapa pulau kecil. Sekitar setengah jam sampai di sebuah dermaga. Ini salah satu spot favorit di kepulauan togean, Jelly Fish Lake. Sebuah danau yang dihuni jutaan Ubur-ubur. Di danau ini, kita bisa berenang, snorkelingan, dikelilingi banyak Ubur-ubur yang ramah dan aman. Kami segera berganti kostum, menyiapkan alat snorkeling, dan langsung berenang ria sambil mengabadikan beberapa foto.

Berenang bersama Ubur-ubur 
Source: virustraveling.com

Sekitar dua jam berenang kami mulai kedinginan dan memutuskan untuk kembali ke penginapan. Kami tak sabar melewati malam di pulau Kadidiri. Beberapa menit kemudian perahu kami membelah ombak kecil dalam perjalanan kembali ke penginapan, diiringi pemandangan sunset laut lepas yang emejingg.

Baca juga: Penyesalan Selama Kuliah

Malam di pulau Kadidiri adalah salah satu malam terindah yang pernah saya lihat. Exotisnya pulau ditengah laut, penginapan menghadap pantai dengan lampu yang berkedip-kedip, suara bercengkrama orang-orang di café, beberapa lalu lalang di pantai bertelanjang kaki bermain pasir, dan tampak lebih banyak pengunjung dari luar negeri daripada pengunjung local macam kami. Saya menghabiskan seperempat malam berbincang dengan beberapa pengunjung dari Sorowako yang datang ke Kadidiri membawa alat selam komplit. Pengen rasanya pinjam untuk besok tapi malu juga mau minta.

Sekitar pukul 2 dinihari baru bisa terlelap tidur. Rencana kami, besok akan berkunjung ke 2 spot. Pagi berenang di dive spot California dan lanjut ke Pulau Papan yang terkenal dengan jembatan kayunya yang menghubungkan pulau. Dive spot California adalah yang terbaik se pulau Togean, pemandangan bawah laut yang keren dengan ikan-ikan kecil yang ramah. Saya akan ceritakan di tulisan saya berikutnya.

Terima kasih sudah berkunjung ke blog ini. Cheers !


Wednesday 4 May 2016

Pendakian Gunung Semeru - Malang dan Ranupani

Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi. (Soe Hok Gie)


Suasana hening di dalam kereta api Majapahit jurusan Pasar Senen – Malang. Hanya bunyi rel kereta berdetak berirama. Malam itu dari Jakarta saya bertolak menuju kota Malang, Jawa Timur. Dalam rangka memanfaatkan jatah cuti kantor, saya hendak memenuhi cita-cita sejak masih kuliah dulu, mendaki gunung Semeru, salah satu gunung yang terkenal dan banyak dikunjungi pendaki di tanah Jawa. Selama 6 tahun kuliah di Makassar dulu, keinginan mendaki gunung ke Jawa bagi saya ibarat pungguk merindukan bulan. Boro-boro beli tiket ke Jawa, buat makan dan bayar kontrakan saja kewalahan. Haha.

Adek laki-lakiku, Kiki, yang kini sudah semester 10 kuliah di Makassar, saya ajak sekalian. Ia juga senang mendaki gunung, ikut-ikutan kakaknya. Beberapa hari lalu ia berangkat dari Makassar dengan membawa serta peralatan mendaki lengkap dan kami berjumpa di Bogor. Kami berdua saja dalam pendakian kali ini.


Di gunung Semeru, tujuan kami ini, bersemayam salah satu tokoh pemuda yang saya kagumi, Soe Hok Gie. Perjalanan hidupnya yang idealis nan romantis, serta kata-katanya yang tajam membuat kisahnya banyak digandrungi anak-anak muda. Sayangnya ia harus mati muda akibat menghirup gas beracun dalam perjalanan mendaki gunung Semeru tahun 1969.

Baca juga: Pendakian Gandang Dewata - Mencari Mayor Latang

Jam 11 siang hari selasa keesokan harinya, kami tiba di stasiun Kota Baru, Malang. Berarti waktu tempuh Jakarta – Malang sekitar 18 jam, karena kemarin kami berangkat dari stasiun Senen, Jakarta, pukul 17.00 sore. Ini pertama kali saya ke Malang, begitu juga Kiki. Dari stasiun Kota Baru ini selanjutnya kami harus menuju terminal Arjosari, untuk mencari angkutan menuju pasar Tumpang. Di pasar Tumpang nanti baru naik Jeep menuju Ranupani, desa terakhir di kaki gunung Semeru.

Kami bergegas keluar dari gerbang stasiun dan mencari angkot menuju terminal Arjosari. Angkotnya warna biru. Saya menjelaskan ke pak supir bahwa kami hendak ke pasar Tumpang. Sekitar 15 menit perjalanan, kami tiba di terminal Arjosari. Oleh pak supir kami diturunkan pas dibelakang angkot berwarna putih jurusan pasar Tumpang, tujuan kami selanjutnya. Saya dan Kiki langsung masuk dan duduk kalem berjejer di kursi belakang. Arjosari ke pasar Tumpang lumayan jauh juga, kira-kira sejam lebih di dalam angkot.

Sesampainya di pasar Tumpang, kami turun dan langsung disambut senyum-senyum bersahabat khas pendaki dari rekan-rekan pendaki yang sedang nongkrong di pasar Tumpang ini.

Dari sabang sampai merauke, dimanapun menemukan kumpulan anak-anak muda berpenampilan seadanya dengan carrier-carrier besar, jangan ragu untuk berkenalan, sok akrab, membaur, lalu ikut nimbrung. Dijamin akan serasa berjumpa kawan lama yang sudah puluhan tahun tak jumpa. Dalam hitungan menit saja kami sudah ikut minum kopi dari termos milik entah siapa di kumpulan anak muda di depan pasar Tumpang. Mereka beragam asalnya, kebanyakan pendaki dari Jawa. Mungkin saat itu hanya kami berdua, saya dan Kiki yang dari Makassar. Dari sini tujuan kami semua sama, menuju Ranupani.


Jadi dari pasar Tumpang ini untuk menuju Ranupani, kita menggunakan mobil Jeep. Mobil Jeep ini akan berangkat jika sudah cukup 12 orang penumpang, itu untuk meringankan biaya sewa. Satu Jeep ke Ranupani sewanya 650 ribu. Jadi jika ada 12 orang pendaki, perorang hanya bayar 55 ribu rupiah. Teman-teman pendaki yang banyak duit dan tak ingin sempit-sempit di Jeep, bisa berangkat meski tak cukup 12 orang. Tapi bayaran tetap sama 650 ribu. Saya dan Kiki yang kere dan senang rame-rame, tentu memilih berangkat dengan teman sebanyak-banyaknya, kalau bisa malah 20 orang biar lebih murah, hehe. Beberapa jeep yang rombongannya sudah cukup, satu persatu mulai tancap gas, menuju Ranupani.

Baca juga:
Camping di Padamarari, Selayang Pandang Danau Poso

Sambil menunggu Jeep rombongan kami cukup 12 orang penumpang, kami mengurus surat izin mendaki di loket yang tersedia di pasar Tumpang. Salah satu persyaratan mendapatkan surat izin adalah melampirkan keterangan sehat dari puskesmas atau rumah sakit. Berhubung kami belum menyiapkan surat tersebut, maka kami terlebih dahulu mengurusnya di sebuah puskesmas di belakang pasar Tumpang.

Setelah semua tuntas, kami menyempatkan diri masuk ke pasar untuk melengkapi logistik pendakian. Saya mengecek kembali catatan peralatan dan bahan makanan yang harus kami bawa, dan memastikan semua lengkap. Bagi saya, persiapan sebelum mendaki adalah 70% dari keberhasilan pendakian. Pendaki yang expert saja bisa celaka jika tanpa persiapan yang matang, apalagi saya dan adik yang masih cupu.

Naik Jeep ke Ranupani sangat keren rasanya, ibarat berada di film. Carrier-carrier diikat di badan Jeep, dan kami penumpangnya menggantung disekeliling mobil, berpegang dimana saja. Para pengemudi Jeep ini tampak sekali sangat lihai dan gesit. Dari pasar Tumpang kami meninggalkan kota menuju jalanan pegunungan yang mulai terjal dan sempit, tapi mobil-mobil Jeep ini tetap melaju kencang. Kami berpapasan dengan beberapa mobil Jeep lain dari arah berlawanan dan saling menyapa meski hanya dengan bunyi klakson.


 
Desa Ranupani berada pada ketinggian 2100 mdpl, menjadikannya salah satu desa tertinggi di Indonesia. Pada suhu-suhu ektrim, Ranupani bisa mencapai suhu -4 derajat celsius. Nama Ranupani sendiri sebenarnya adalah nama sebuah danau yang terletak di desa tersebut. Mata pencaharian penduduknya adalah bertani dan berkebun.

 Source: agentwisatabromo.com


Kami tiba di Ranupani sekitar pukul 17.00 sore hari, langsung disapa oleh suhu dingin dan kabut khas pegunungan. Suasana desa sangat terasa. Saya dan Kiki mampir di salah satu warung di pinggir danau Ranupani, menikmati kopi sambil bincang-bincang dengan beberapa rekan pendaki yang juga ngopi di warung tersebut. Air danau Ranupani tampak tenang dan teduh dengan pohon-pohon, tapi banyak sampah plastik berceceran di pinggirnya. Terkutuklah orang yang membuang sampah di danau ini, umpatku dalam hati.

   Source: nge-baca.blogspot.com

Rencananya kami akan memulai pendakian besok pagi menuju Ranukumbolo. Malam ini kami akan menginap di basecamp yang tersedia di Ranupani. Untuk teman-teman pendaki yang masih kekurangan peralatan, atau malas bawa peralatan sendiri dari rumah, di Ranupani juga tersedia beberapa tempat penyewaan alat-alat mendaki, seperti tenda, kompor, senter, dan lainnya.

Baca juga: Mengapa Mahasiswa Teknik Harus Menonton Film 3 Idiots?

Malam harinya di basecamp Ranupani, seperti halnya di basecamp pendakian gunung-gunung yang lain, kami berjumpa dan berkenalan dengan banyak rekan pendaki yang lain, dari berbagai daerah. Sama sekali tidak sulit untuk akrab dengan mereka. Kita berbincang dengan obrolan yang melanglang buana kemana-mana, menyeduh bercangkir-cangkir kopi sambil menyapa para pendaki yang masih berdatangan sampai larut malam.


Malam ini cerah, meski suhu dingin begitu kuat mengepung. Kami tertidur berjejer melantai di pelataran basecamp Ranupani, menyulam mimpi untuk memulai  pendakian esok hari, menuju Mahameru, tanah tertinggi Jawa.

Featured

[Featured][recentbylabel2]

Featured

[Featured][recentbylabel2]
Notification
Apa isi Blog ini? Catatan perjalanan, opini, dan esai ringan seputar Engineering.
Done